Senin, 22 Februari 2016

Hijrah kita

14 February 2016, adalah hari dimana kita berhijarah dari rumah enin di depok ke rumah embah di gondrong. sebenarnya sejak anti Indri menikah 9 agustus 2015, mereka memang sudah berencana untuk misah dan belajar mencoba hidup mandiri lepas dari orang tua. tetapi ayah dan bunda meminta kepada mereka untuk menunda rencana tersebut karena banyak hal dari sisi ayah dan bunda yang membuat kami menyarankan mereka untuk menunda rencana tersebut barang 1 atau 2 bulan kedepan.
Tetapi hingga tahun berganti hal tersebut belum juga terwujut. Alasan awalnya adalah, anti indri merasa bahwa dia mempunya beban tanggung jawab sebagai seorang guru yang mesti menyelesaikan kewajibannya mengajar di sebuah SMA HARAPAN JAYA sekaligus sebagai aeorang wali kelas SMP di yayasan yang sama membuat beliau merasa tidak bisa pindah begitu saja mengikuti suaminya ke Bekasi. Mencoba melamar ke sekolah yang dekat dengan calon kediaman mereka di daerah bekasi juga belum membuahkan hasil, malah justru lamarannya di sebuah sekolah Islam yang cukup berkembang didaerah tangerang yang telah positif menerima Anti Indri sebagai guru disana. Dan dengan tegas Om bambang suami anti Indri tidak mengijinkan Istrinya menerima kesempatan tersebut. Ya, apa boleh buat, sebagai seorang istri yang harus patuh pada suami, akhirnya keputusan tersebut harus bisa diterima dengan lapang dada.

Mungkin kami semua menyayangkan keputusan tersebut, terutama embah Yantin ibu dari anti INdri dengan alasan itu adalah sebuah kesempatan bagus bagi mereka untuk berkembang dan membangun pondasi keuangan keluarga baru mereka. Opsi dari ayah kepada mereka juga mendukung keinginan embah dengan cara menyarankan kepada Om bambang untuk meminta mutasi kedaerah gondrong. Sebagai perusahaan leasing besar dengan banyak cabang, tentu saja keinginan tersebut sangatlah mungkin. Akan tetapi disisi lain mengubur dalam-dalam rencana mereka menempati salah satu kontrakan bapak Sarkoyan mertua Indri didaerah bekasi. Jikalau mereka ingin mandiri, toh mereka bisa ngontrak didaerah yang dekat dengan rumah embah misalnya. tapi sekali lagi, mungkin Om bambang merasa bahwa Ia belum bisa mandiri lepas jauh dari keluarga besarnya sehingga semua opsi ditolaknya mentah-mentah. 

Puncak dari semuanya, per desember 2015 Anti Indri resmi mengundurkan diri sebagai guru, setelah mereka hidup berpisah selama 4 bulan. Om bambang sering sakit dan mengeluh tidak kuat jika harus berangkat kerja dari gondrong ... sehingga hanya diakhir pekan saja biasanya mereka bertemu. entah itu Anti Indri yang ke bekasi atau Om bambang yang menemui Istrinya di gondrong.

Setelah semuanya positif, kita merencanakan hijrah di akhir bulan Januari menunggu ayah pulang dari beribadah umroh, kita dikagetkan dengan kabar bahwa calon rumah mereka di bekasi akan dijual untuk menutup biaya berobat salah satu kakak om bambang yang sakit dan membutuhkan biaya besar. Ya Alloh, tuhan punya rencana besar buat kita semua.  

Sampai kontrakan terjual, per 14 Februari 2016, mereka menempati rumah tersebut dan kita semua kembali lagi berhijrah kerumah embah sebagaimana dulu sejak Ayah menikahi bunda dan 8 bulan kemudian bunda hamil dan melahirkan ananda Hanin sampai berusia mendekati 2 tahun, kita tinggal bersama embah dan Anti Indri di Gondrong. cuma kali ini, tampa Anti Indri. Posisinya digantikan oleh mba Winda pengasuh kamu.


Kesimpulan dari semuanya adalah, Sejak pade menikah dan membawa Istrinya bude Saidah kerumah depok, setidaknya Enin tidak terlalu merasa kehilangan, walaupun pada kunjungan kita hari minggu 21 Feb 2016 kemaren, persis 1 minggu kita pindah, keceriaan atas ketidakberadaan ananda Hanin disana sangat terasa sekali. Ditambah lagi ketika kita pindah mendadak tersebut, Enin sedang tidak ada dirumah karena menghadiri akikahan anak kedua om Anto. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar