Senin, 22 Februari 2016

2015, punya rumah dan pergi umroh

Tahun 2015 adalah tahun yang sangat bermakna dalam hidup ayah. Punya rumah dan pergi Umroh. Dua hal yang sangat diluar prediksi ayah. Punya rumah memang impiah setiap kepala keluarga. Bapaknya ayah bahkan sampai meninggalnya tidak mewariskan sebuah rumahpun bagi istri dan kelima anaknya. Rezeki rumah dinas menjadikannya lupa bahwa rumah itu bukan merupakan milik pribadi yang suatu saat bisa saja diambil paksa oleh yang meminjamkannya dalam hal ini institusi kepolisian.
Pergi umroh?... bahkan ayahpun belum ada niatan sedikitpun untuk pergi umroh guna memenuhi panggilan Allah yang satu itu. Memang sih ada beberapa lintasan pikiran untuk kesana, tapi klo kemudian memutuskan untuk menabung atau berusaha bagaimana bisa berangkat ke baitulloh, arahnya belum sampai sejauh itu. Rejeki syukuran dalam rangka 50 tahun AMBADAR merupakan anugrah yang sampai detik ini masih belum bisa ayah lupakan. Memberangkatkan seluruh karyawan tetap AMBADAR dalam rangka 50 tahun berdirinya ambadar adalah sangat jauh lebih baik dibandingkan acara syukuran penuh hura-hura disebuah hotel mewah lengkap dengan artis ibukota yang konon akan diadakan dalam rangka memperingati HUT ke 50 tahun AMBADAR. 
Sebagai bayarannya, mereka hanya minta titip doa buat pendiri perusahaan yang notabene ayah mereka dirumah Allah yang mulia ini... dan dengan senang hati permintaan itu langsung ayah kabulkan lewat serangkaian doa yang ditutup dengan seuntaian alfatihah ketika ayah sholat di masjidil haram. Mengenai diterimanya atau tidak, hanya Allah yang berhak menentukan. Setidaknya itu salah satu ucapan rasa terimakasih ayah kepada penerus Ambadar yang dengan ikhlas melibatkan ayah dalam syukuran perusahaan mereka.
 
RUMAHKU ISTANAKU
Mulai dari punya rumah sendiri setelah sekitar 4 tahun tinggal sama orang tua walaupun sampai detik ini masih tinggal sama orang tua. Setidaknya suatu saat ingin mandiri, sudah ada rumah tempat bernaung bagi keluarga ayah. Walaupun masih pusing dengan cicilan DP dan isi rumah, setidaknya, sebagai sebuah insvestasi, rumah adalah sebuah investasi yang menarik. Tahun 2011 akhir, rumah yang kita cicil, Bumi Citra Asri, oleh pengembannya Riscon Realty masih dibandrol dengan harga 100 jutaan saja. Diawal 2012an mereka mulai menaikan harga menjadi hampir mendekati 150 juta. Sebuah insvestasi yang cukup menarik jika kita melihatnya sebagai sebuah insvestasi. Sayangnya baru di pertengahan tahun 2015 kita mulai memaksakan diri lebih tepatnya dengan segala daya upaya agar bisa memiliki sebuah rumah. Rumah tampat dimana kita bisa berkumpul kembali. Sebuah surga dunia dimana kita saling berkasih sayang. melihat ananda Hanin tumbuh besar dan Insya Allah menjadi saksi pernikahan kamu kelak jika saatnya tiba. 
Tanggal 25 mei 2015 kita booking kavling. 5 Juli 2015, bunda memutuskan pindah kavling karena posisi huk yang ayah pilih kurang berkenan dihati bunda. 14 Agustus 2015 kita berhasil akad kredit dengan bank BTN dengan nilai plafon kredit yang disetujui 81 juta dari 126,5 jt yang kita inginkan. (plafon harga rumah subsidi) Alhamdullilah kekurannya harus dibayar cast keras selama 7x dari harga rumah yang sekitar 146.850 jt. 
Setiap rumah ada rejekinya kata mba lisna, manajer marketing riscon yang menjawab kegundahan ayah dan bunda atas DP yang harus kita lunasi. 65,850 jt, sebuah angka yang sangat jauh dari prediksi awal yang sekitar 20 jutaan. Dengan pinjaman BSM 25jt dan BRI 30jt plus bonus kerja ayah di Ambadar tahun 2015 sekitar 5 juta ditambah hasil gadai emas bunda, alhamdullilah masalah DP terselesaikan. Memang benar adanya, setiap rumah ada rejekinya masing-masing. Allah tidak pernah berkata kaya dan miskin. yang ada hanya ada istilah kelebihan dan kecukupan.  Semoga saja kelak, rumah ini bisa menjadi tempat berlindung kita dari segala perubahan cuaca, tempat saling berbagi kasih dan sayang, dan menjadi saksi kebahagiaan kita didunia, sebelum mencapai kebahagiaan abadi di akhirat kelak amien.


 

Hijrah kita

14 February 2016, adalah hari dimana kita berhijarah dari rumah enin di depok ke rumah embah di gondrong. sebenarnya sejak anti Indri menikah 9 agustus 2015, mereka memang sudah berencana untuk misah dan belajar mencoba hidup mandiri lepas dari orang tua. tetapi ayah dan bunda meminta kepada mereka untuk menunda rencana tersebut karena banyak hal dari sisi ayah dan bunda yang membuat kami menyarankan mereka untuk menunda rencana tersebut barang 1 atau 2 bulan kedepan.
Tetapi hingga tahun berganti hal tersebut belum juga terwujut. Alasan awalnya adalah, anti indri merasa bahwa dia mempunya beban tanggung jawab sebagai seorang guru yang mesti menyelesaikan kewajibannya mengajar di sebuah SMA HARAPAN JAYA sekaligus sebagai aeorang wali kelas SMP di yayasan yang sama membuat beliau merasa tidak bisa pindah begitu saja mengikuti suaminya ke Bekasi. Mencoba melamar ke sekolah yang dekat dengan calon kediaman mereka di daerah bekasi juga belum membuahkan hasil, malah justru lamarannya di sebuah sekolah Islam yang cukup berkembang didaerah tangerang yang telah positif menerima Anti Indri sebagai guru disana. Dan dengan tegas Om bambang suami anti Indri tidak mengijinkan Istrinya menerima kesempatan tersebut. Ya, apa boleh buat, sebagai seorang istri yang harus patuh pada suami, akhirnya keputusan tersebut harus bisa diterima dengan lapang dada.

Mungkin kami semua menyayangkan keputusan tersebut, terutama embah Yantin ibu dari anti INdri dengan alasan itu adalah sebuah kesempatan bagus bagi mereka untuk berkembang dan membangun pondasi keuangan keluarga baru mereka. Opsi dari ayah kepada mereka juga mendukung keinginan embah dengan cara menyarankan kepada Om bambang untuk meminta mutasi kedaerah gondrong. Sebagai perusahaan leasing besar dengan banyak cabang, tentu saja keinginan tersebut sangatlah mungkin. Akan tetapi disisi lain mengubur dalam-dalam rencana mereka menempati salah satu kontrakan bapak Sarkoyan mertua Indri didaerah bekasi. Jikalau mereka ingin mandiri, toh mereka bisa ngontrak didaerah yang dekat dengan rumah embah misalnya. tapi sekali lagi, mungkin Om bambang merasa bahwa Ia belum bisa mandiri lepas jauh dari keluarga besarnya sehingga semua opsi ditolaknya mentah-mentah. 

Puncak dari semuanya, per desember 2015 Anti Indri resmi mengundurkan diri sebagai guru, setelah mereka hidup berpisah selama 4 bulan. Om bambang sering sakit dan mengeluh tidak kuat jika harus berangkat kerja dari gondrong ... sehingga hanya diakhir pekan saja biasanya mereka bertemu. entah itu Anti Indri yang ke bekasi atau Om bambang yang menemui Istrinya di gondrong.

Setelah semuanya positif, kita merencanakan hijrah di akhir bulan Januari menunggu ayah pulang dari beribadah umroh, kita dikagetkan dengan kabar bahwa calon rumah mereka di bekasi akan dijual untuk menutup biaya berobat salah satu kakak om bambang yang sakit dan membutuhkan biaya besar. Ya Alloh, tuhan punya rencana besar buat kita semua.  

Sampai kontrakan terjual, per 14 Februari 2016, mereka menempati rumah tersebut dan kita semua kembali lagi berhijrah kerumah embah sebagaimana dulu sejak Ayah menikahi bunda dan 8 bulan kemudian bunda hamil dan melahirkan ananda Hanin sampai berusia mendekati 2 tahun, kita tinggal bersama embah dan Anti Indri di Gondrong. cuma kali ini, tampa Anti Indri. Posisinya digantikan oleh mba Winda pengasuh kamu.


Kesimpulan dari semuanya adalah, Sejak pade menikah dan membawa Istrinya bude Saidah kerumah depok, setidaknya Enin tidak terlalu merasa kehilangan, walaupun pada kunjungan kita hari minggu 21 Feb 2016 kemaren, persis 1 minggu kita pindah, keceriaan atas ketidakberadaan ananda Hanin disana sangat terasa sekali. Ditambah lagi ketika kita pindah mendadak tersebut, Enin sedang tidak ada dirumah karena menghadiri akikahan anak kedua om Anto. 

14 February 2016

Mungkin semua anak didunia telah mengetahui bahwa membahagiakan orang tua adalah sebuah kewajiban. Tapi hanya sedikit dari anak manusia yang merasakan banyak sekali kenikmatan yang Allah berikan ketika kita menjadikan orang tua kita sebagai ladang amal kita didunia. Membahagiakan mereka berdua dengan hal yang mungkin terlihat sederhana namun bermakna dalam bisa jadi salah satu benyebab kita terselamatkan dari siksa kubur. 
Memberitahukan bahwa kacamatanya yang sudah siap bertugas hanya saja masih dalam posisi di kening karena belum diturunkan dan membuah beliau tersenyum menyadari kealpaannya mungkin adalah sebuah kisah sederhana yang banyak kita temui dalam keseharian, tapi tidak sedikit orang yang menyadari bahwa senyum orang tua kita saat kejadian tersebut bisa jadi penyebab bergugurannya dosa kita atau menjadi musabab datangnya order sebuah proyek besar dengan keuntungan yang lumayan. siapa tau.....

Masih banyak lagi kisah mengenai orang tua dan anak yang menjadi sebuah cerita penuh hikmah yang bisa kita petik dan ambil pelajarannya.Uwais al-Qarny mungkin salah satunya yang bisa kita tauladani dalam kesolehannya berbakti kepada ibunya.
 

Uwais Al Qarni Adalah seorang seorang pemuda dari Yaman yang telah yatim tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa.

Pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli membaca Al-Qur'an dan menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendangan, tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit.
Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. 

Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya.
Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak memengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.
Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur.
Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam.
Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah "bertamu dan bertemu" dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum. Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi, tak ada yang merawatnya.
Di ceritakan ketika terjadi Pertempuran Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada beliau SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya. Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau dari dekat?

Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya.
Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan berkata, "Pergilah wahai anakku! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang". Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.
Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya. Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah Sayyidah Fathimah binti Muhammad SAW, sambil menjawab salam Uwais.
Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan perang.
Tapi, kapankah beliau pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman," Engkau harus lekas pulang".
Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada Sayyidah Fathimah a.s. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru.
Sepulangnya dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda Rasulullah SAW, Sayyidatina Fathimah a.s. dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi Sayyidah Fathimah a.s., memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.
Rasulullah SAW bersabda : "Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya." Sesudah itu beliau SAW, memandang kepada Imam Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khattab dan bersabda, "Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do'a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi".
Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan Abu Bakar telah diestafetkan kepada Khalifah Umar bin Khattab. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Ia segera mengingatkan kepada Imam Ali untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka.
Di antara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka.
Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar bin Khattab dan Imam Ali mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni.
Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar bin Khattab dan Imam Ali memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan salat. Setelah mengakhiri salatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada di telapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh Nabi SAW. Memang benar! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut, siapakah nama saudara? "Abdullah", jawab Uwais.
Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan, "Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?" Uwais kemudian berkata, "Nama saya Uwais al-Qorni".
Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Imam Ali memohon agar Uwais berkenan mendo'akan untuk mereka.
Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah, "Sayalah yang harus meminta do'a kepada kalian". Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata, "Kami datang ke sini untuk mohon do'a dan istighfar dari anda".
Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo'a dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata, "Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi".
Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan ditolong oleh Uwais, waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan salat di atas air.
Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. "Wahai waliyullah, tolonglah kami!" tetapi lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi, "Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!" Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata,
"Apa yang terjadi ?"
"Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak?" tanya kami.
"Dekatkanlah diri kalian pada Allah!" katanya.
"Kami telah melakukannya."
"Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaani rrohiim!"
Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut.
Lalu orang itu berkata pada kami ,"Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat". "Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? "Tanya kami.
"Uwais al-Qorni". Jawabnya dengan singkat.
Kemudian kami berkata lagi kepadanya, "Sesungguhnya harta yang ada dikapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir."
"Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?" tanyanya.
"Ya, "jawab kami. Orang itu pun melaksanakan salat dua rakaat di atas air, lalu berdo'a. Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal.
Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke Rahmatullah.
Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya.
Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.
Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, "ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan Umar bin Khattab)
Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang.
Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, "Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa "Uwais al-Qorni" ternyata ia tak terkenal di bumi tapi terkenal di langit

Kamis, 11 Februari 2016

3 Tahun

Alhamdullilah, tak terasa usia Hanindiva sudah melewati 3 tahun. Sebuah usia yang syarat makna, cintakasih dan kebahagiaan. Mungkin bagi sebahagian orang usia tiga tahun apalah artinya. Tapi bagi kami, setiap detik dalam kebersamaan kita, hidup dalam cinta kasih ayah, bunda dengan keberadaan ananda Hanin adalah sebuah paket sempurna sebuah kebahagiaan. Ayah sama bunda nga bisa membayangkan seandainya paket ini tidak selengkap ini, mungkin rumah tangga ayah dan bunda tidak akan bisa bertahan. Kamu adalah kebahagiaan kami, kesempurnaan hidup dan ladang amal kami. Sehingga kami tiada henti-hentinya berusaha untuk selalu menjalaninya dengan penuh rasa syukur kepada Allah SAW.

Tilisan ini adalah salah satu dari perwujutan rasa syukur ayah kepada Allah yang telah menghadirkan ananda dalam kehidupan kami. Jawaban dari salah satu hutang ayah yang akhirnya terbayarkan juga lewat tulisan 3 tahun ini sebagaimana janji ayah kepada diri ayah sendiri yang selalu berusaha untuk menceritakan semua hal indah yang kita lewati bersama walaupun cuma lewat sebuah blog sederhana ini.

Dan dari kesemuanya, alhamdullilah ulang tahun ananda kali ini tidak dirayakan di rumah sakit. 

Oiya nak, sekedar buat catatan saja; sesungguhnya dalam Islam tidak ada ya namanya merayakan ulang tahun ya nak. Catat itu dengan tinta merah.
Ulangtahun merupakan budaya kaum lain yang sangat tidak patut untuk kita rayakan. Jadi, dalam Islam, ulangtahun itu sendiri merupakan bentuk rasa syukur atas usia yang telah berjalan ini dengan lebih meningkatkan iman kita kepada Allah yang salah satu caranya adalah dengan menjalankan puasa.

Ketika Nabi ditanya mengapa engkau berpuasa senin kamis, maka jabanya adalah senin adalah hari kelahiranku dan kamis adalah hari dimana catatan amal kebajikan kita dikumpulkan. Atau lebih jelasnya kita bisa baca referensi dibawah ini:

Dari Abu Qotadah Al Anshori radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai puasa pada hari Senin, lantas beliau menjawab,
ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَىَّ فِيهِ
Hari tersebut adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus atau diturunkannya wahyu untukku.
(HR. Muslim no. 1162)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى وَأَنَا صَائِمٌ
Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku dihadapkan sedangkan aku sedang berpuasa.

(HR. Tirmidzi no. 747. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih lighoirihi yaitu shahih dilihat dari jalur lainnya).


Jika ananda suatu saat mendengar atau terlibat dalam sebuah diskusi mengenai perayaan ulang tahun nabi Muhammad SAW atau yang lebih dikenal dengan Maulid Nabi yang juga menjadi hari libur nasional di Indonesia, hal yang wajib nanda ketahui adalah, semua dalil perayaan itu adalah lemah dan tidak berdasar. Konon kabarnya orang yang pertama kali merayakanya merupakan ulama syiah yang sesat. walaupun tujuannya mulia sebagaimana referensi dibawah ini, tetapi yang jelas nabi dan para sahabat sendiri TIDAK PERNAH merayakannya.

https://id.wikipedia.org/wiki/Maulid_Nabi_Muhammad
Para ahli sejarah, seperti Ibn Khallikan, Sibth Ibn Al-Jauzi, Ibn Kathir, Al-Hafizh Al-Sakhawi, Al-Hafizh Al-Suyuthi dan lainnya telah sepakat menyatakan bahwa orang yang pertama kali mengadakan peringatan maulid adalah Sultan Al-Muzhaffar. Namun juga terdapat pihak lain yang mengatakan bahwa Sultan Salahuddin Al-Ayyubi adalah orang yang pertama kali mengadakan Maulid Nabi. Sultan Salahuddin pada kala itu membuat perayaan Maulid dengan tujuan membangkitkan semangat umat islam yang telah padam untuk kembali berjihad dalam membela islam pada masa Perang Salib

Terakhir catatan dari ayah, Ada sebuah tulisan seorang Istri yang ditujukan kepada suaminya yang juga sahabat ayah, om Yusdi mengenai ulangtahun yang nanda bisa jadikan referensi bagus buat kita. 

catatan Azizah Hudan

Ulang Tahun itu.....
Angkanya bertambah, jatah hidupnya berkurang...
Pagi ini juga hari-hari sebelumnya saya lagi-lagi tidak mengucapkan selamat kepada suami saya untuk ulang tahunnya, tidak juga mendo'akan sesuatu yang special di moment pertambahan angka nya.. begitu juga suamiku, dia juga ga pernah mengucapkan selamat atau do'a di sebuah moment yang kayanya special... bukan dendam, bukan juga karena tidak romantis.. bukaaan... tapi emang itu bukan budaya dan kebiasaan keluarga kami...
kata-kata suami saya yang makin buat saya tidak mau ngucapin selamat adalah : 
“jatah hidupku tinggal berapa lama lagi ya....” kata-kata yang ringan dari mulut suami saya tapi bikin saya nangis seketika,

“jangan ngomong gitu dooong, gimana kalau kita ternyata punya anak tapi kamunya ga ada...., aku ga mau sendiriiiaaaan” 
suami saya cuma peluk saya sambil bilang :”gaa gitu... 6 tahun lagi aku 40, terus abis itu 10 tahun kemudian 50, setelah itu makin deket ke 63 tahun... usia Rasulullah aja cuma sampai 63, aku dikasih jatah berapa lama ya...”
jadi cukup bisa dibayangkan kenapa saya tidak memberi selamat untuk pertambahan angka yang menandakan jatah hidup berkurang.. kalau saya kasih selamat artinya saya senang jatah hidup suami saya berkurang,,, keliatannya mikir kejauhan, mungkin kami bukan orang kebanyakan... anggaplah seperti itu.. tapi inilah kami... Tapi saya tetep berterimakasih untuk semua do’a yang dihaturkan untuk suami saya... semoga Allah membalas kebaikan teman-teman semua.. :)
terimakasih suamiku, untuk kata-kata yang bikin saya nangis lagi pagi ini... semoga hidup kita selalu diberkahi Allah Subhahuwata’ala, aamiiin