Alhamdullilah, hari ini, rabu, 19 Juli 2017 ananda Hanindiva mulai masuk sekolah. tapi perasaan ko ada yang aneh ya, iya kenapa dimulainya pada hari rabu ya. Semua orang yang tau juga berkata sama. Ternyata usut punya cerita, kata bunda, pemilik TK Nurul Amal memiliki kepercayaan kalau mau memulai sesuatu sebaiknya dimulai di hari rabu, maka jadilah hari pertama ananda sekolah menjadi hari ini.
Ah apapun cerita dibalik itu semua, yang jelas Ayah sama bunda sangat menikmati setiap prosesnya. Menikmati setiap detik kehidupan Hanindiva yang penuh dengan cinta. Rasanya, baru kemaren ananda hanin ayah azankan, disusul dengan mencukur dan mengakikahkan seminggu setelahnya. Kini sudah nyaris 5 tahun kehidupan ananda bersama kita sudah berlalu. Dan kini kami sebagai orang tua harus rela melepaskan bayi kecil kami untuk tumbuh bersosialisasi meraih kehidupannya sendiri. Harus merelakan berbagi dengan guru dan teman sebayanya untuk menjadi bagian dari kehidupan kamu. Ingat selalu pesan ayah nak, jadilah orang yang bisa mewarnai lingkungan sekitar dengan aura positif yang ayah dan bunda telah tanamkan kepadamu. Bawalah lingkunganmu menjadi lingkungan yang tumbuh Islami, sehat dan berkarakter, sehingga suatu saat nanti kita bisa reuni di syurganya Allah. Amien.....
dibawah ini ada artikel menarik mengenai usia terbaik menyekolahkan anak. Semoga ananda termaksud yang sudah cukup usia ya nak?
MASUK SD
Pertanyaan:
Assalamu'alaikum
ibu. Saya punya anak usia 5 tahun 5 bulan, awalnya saya mau masukkan SD,
saya lakukan tanpa pengetahuan yang cukup. Setelah saya baca beberapa
referensi, termasuk dari tulisan ibu, saya putuskan untuk kembali TK,
padahal dia sudah bisa membaca, menulis dan berhitung. Ada yang ingin
saya tanyakan bu, apakah itu tidak berpengaruh terhadap psikologis anak
yang merasa kelasnya diturunkan? Walaupun anaknya terlihat tidak
apa-apa.
Terima kasih sebelumnya bu.
:
Wa'alaikumussalam,
Saya senang sekali mendengar akhirnya ibu memutuskan untuk
mengembalikan anak ibu ke TK. Beban SD sekarang sudah sangat, sangat
berat. dan kalau dia masuk SD di usia yang sangat dini, kasihan.
Menjawab surat ibu, tentunya sedikit banyaknya pastilah ada pengaruh
psikologis terhadap anak yang merasa kelasnya di turunkan (atau tidak
naik-naik), walaupun anaknya terlihat tidak apa-apa. Untuk menghindari
hal ini saya menyarankan teori hitung mundur, agar jangan karena salah
kalkulasinya orang tua, anak yang terkena dampaknya.
Gini teorinya:
Katakan anak lahir bulan November (bisa bulan apa saja, nanti tinggal disesuaikan).
Idealnya masuk SD kan usia 7 tahun, dan tahun ajaran baru kan Juli.
Jadi, kalau mau masuk SD, ambil usia yang paling mendekati 7 tahun, kan
berarti pilihannya hanya 6.8 tahun (nggak mungkin 7.8, ketuaan).
Nah, tinggal hitung mundur. Kalau masuk SD 6.8 tahun, maka masuk TK B-nya kurangi 1 tahun saja jadi 5.8 tahun.
Saya sarankan agar anak TIDAK masuk TK.A, karena TK hanya mengajarkan
warna, huruf, angka, tepuk tangan, bernyanyi dan berbaris. Untuk apa sih
melakukan itu bertahun-tahun, iya kan?
Tapiiii, kl bapak/ibu
maksaaaaaaa masukin anaknya ke TK A, ya dengan hitungan di atas berarti
TK A-nya di usia 4.8 tahun, dan kalau lebih keukeuuuhhhhh merekeeeuuhhh
mau masukin anak ke playgroup ya 3.8 tahun. Gak, gak perlu PAUD sebelum
itu. Wong playgroup dan TK A saja gak perlu kok.
Tapi kalau anak
ibu sudah terlanjur sekolah playgroup sejak 2.5 tahun (apalagi yang
lebih muda dari 2 tahun) ya berarti nanti TK A 3.5 tahun, TK B 4.5 tahun
dan masuk SD 5.5 tahun.
SD negeri tampaknya punya peraturan untuk tidak membolehkan anak yg sebelia itu masuk SD (Saya kurang paham tentang hal ini)
SD swasta pun kalau tidak salah 5.10 tahun, jadi dengan demikian, kalau
ibu yang memasukkan anak 2.5 tahun, pas anaknya lulus TK B 5.5 tahun,
jadi kalang kabut sendiri. masuk SD belum 'bisa', masuk TK lagi, yang
bener aja, masa' TK aja 4 tahun, bosenlah..
Jadi, minimal SD itu 6.5 tahun lah. Lebih bagus, kurang jangan.
Terus, kenapa gitu ga pake TK A? karena 0-8 tahun itu adalah anak usia
dini. Anak usia dini ini kerjanya (dan maunya) cuma maiiiiiiinnnnnn
melulu. Dari situ dan dengan cara itu mereka belajar. Kalau ibu masukin
TK A, katakan 1 hari 3 jam saja, kalau TK A - nya masuk 3x seminggu,
berarti seminggu ibu sudah mengambil 9 jam dari waktu bermainnya.
Sebulan, jadi berapa jam? Setahun? Belum kalau ibu sekolahkan dia dari
kelas toddler, paud, playgroup, TK A, ...dst. Sudah berapa jam ibu ambil
waktu bermainnya? Anak yang terampas waktu bermainnya, akan menjadi
orang dewasa yang kekanak-kanakan. Mau??
Jadi, kalau ibu sudah
terlanjur salah hitung, saya sarankan pindah sekolah, mencegah pengaruh
buruk akan 'teman-teman yang lain 'naik' kelas, dan dia 'tidak'. Kalau
pindah sekolah kan setidaknya dia merasa 'lulus' juga dari sekolah itu
dan pindah ke sekolah lain (walaupun TK kembali). Dan juga tidak jadi 1
kelas sama adik-adik kelasnya di TK A yang akan naik TK B. Banyak yang
bisa protes bahwa anaknya begitu, tidak apa-apa. Efek psikologis tidak
semua serta merta muncul, jadi bisa jadi sekarang tidak apa-apa..
nantinya..mana kita tahu kan?
Lalu, kenapa 'tidak boleh' anak-anak masuk SD terlalu dini? karena:
1. Kurikulum SD jaman sekarang sudah 'gila', tidak seperti SD jaman
kita dulu. Anak masuk SD sekarang (seperti yang semua ibu-ibu ketahui
dan lalui) sudah diharapkan membaca dengan lancar. Jaman kita dulu, di
SD baru di ajarkan membaca. (siapa yang tidak ingat siapa kakaknya
Budi?).
Sekarang, di kelas 1, anak sudah diharapkan bisa mengisi kalimat :
Hari Raya Nyepi dirayakan oleh umat yang beragama _______ .
Padahal anak yang baru belajar baca, baca 2 huruf mati yang bergabung seperti ng, ny, kadang masih susah.
Dan jujur saja, saya aja sulit hafal umat beragama mana yang merayakan
hari raya apa, apalagi ketika saya umur 5 dulu. Dari pertanyaan itu saja
kita bisa lihat bahwa BUKAN SAJA anak kita sudah harus bisa membaca
dengan lancar, dia sudah harus mulai mengerti (atau menghafal?) banyak
aspek lain. Jadi kalau membaca kalimat tersebut saja tidak bisa, apalagi
menjawabnya, kan?
Jadi, jaman sudahh berubah, berhentilah
melihat ke spion dengan kalimat-kalimat.. 'zaman saya sd dulu...',
'waktu saya kecil...', 'saya dulu gak papa...'... please dong.
Jaman bapak/ibu SD mah jaman kuda gigit besi (emang kuda gigit besi beneran?), jauh berbeda dengan jaman sekarang.
Kurikulumnya beda, otaknya beda, karakternya beda, ORANGNYA beda.
Jangan di sama-samain. Bukannya bapak/ibu dengan ibu/bapaknya bapak/ibu
dulu, beda juga kan?
Lalu, jaman kita (kayak jaman saya dan ibu
sama aja ya, hehehe), mana bisaaaa masuk SD umur 5?? (apa sekolah saya
aja ya yang gak ngebolehin?). Kecuali tangan ibu panjang banget sampai
tangan kiri ibu bisa menyentuh kuping kanan melewati atas kepala, yang
biasanya hanya bisa dilakukan oleh anak-anak yang berusia menjelang 7.
Terus, ada yang nanya, emang kenapa sih kalau anak-anak di ajar membaca
lebih dini, So What Geto Loh ??. Pertanyaan yang bagus. yang membuat
saya masuk ke nomer...
2. Yayasan kami pernah mengundang Dr. dr. H. Taufik Pasiak M.Pd, IM. Kes (semoga tidak ada kesalahan dalam penulisan titel :D)
seorang ahli otak (yang mau tau lebih lanjut tentang beliau, silahkan
meng-googlenya sendiri), dalam sebuah seminar. Kata beliau kurang lebih
seperti ini: saya heran, orang tua jaman sekarang ini seneng banget
kalau anaknya sudah bisa baca sejak usia dini. Kayaknya semakin muda
anaknya bisa baca, emaknya semakin bangga. Padahal ya, kalau dilihat
dari ilmu otak, Allah belum mempersiapkan otak anak yang berusia 5 tahun
untuk bisa membaca. Kenapa? karena huruf itu adalah simbol (gambar yg
bentuknya begini:K, di baca nya KA. Dan kalau ditambah dengan sesuatu yg
berbentuk i, di baca KI. ) Itu seperti menuangkan air ke gelas yang
belum ada. Apa yang terjadi kalau kita menuangkan air ke gelas yg tidak
ada? Ya, airnya tumpah kemana-mana. Begitulah kira-kira perumpamaannya.
'Pemaksaan' tersebut berdampak ke bagian-bagian otak yang lain yang bisa
jadi tidak langsung terlihat dampaknya, tapi tetap berdampak.
Kita bu, suka 'memaksakan anak tanpa ilmu', nanti kalau anak 'rusak',
kita tinggal bagian menyesalnya saja. Sudah telat, tidak ada lagi yang
kita bisa lakukan. Banyak, saya yakin, yang akan membela diri dan
mengatakan 'anak saya udah bisa baca dari umur 4th, sekarang tidak
mengalami kesulitan mengikuti pelajaran, atau bahkan telah menjadi orang
dewasa yang ternyata tidak kenapa-kenapa". Saya bukan ahli otak. Saya
percaya saja dengan ahlinya yang sudah mempelajari organ misterius dari
Allah itu bertahun-tahun lamanya (lihat aja dari titelnya yang panjang).
Kalau ada yang mau melawan teori ini, monggo langsung saja
menanyakannya ke Bapak Taufik yang saya yakin bisa menjawabnya dengan
lebih baik. Saya hanya meneruskan ilmu, walau cuma se-ayat 😉
3. Saya merasa agama Islam juga 'menyarankan' demikian. Bukankah di
usia anak yang ke-7 anak sudah boleh mulai diajarkan untuk shalat?
Kesimpulan saya, di usia itulah anak sudah boleh diajarkan sesuatu yang
lebih 'berat', dan lebih 'serius', sesuatu yang akan dilakukannya seumur
hidupnya, setiap waktu: kalau dalam agama itu shalat, dalam edukasi,
membaca. Untuk itu saya simpulkan bahwa ajaran Rasulullah yang telah
berabad-abad diberlakukan, dengan temuan sains bapak Taufik beberapa
tahun belakangan ini.. sinkron! Dan dengan alasan itulah menurut saya
pula, masuk SD sebaiknya sedekat mungkin dengan usia 7. Masa' iya
sekolah lebih penting daripada shalat?
Terus, gimana dong bu, kalau anaknya minta-minta terus?
Pertanyaan tersebut membawa saya ke poin nomer...
4. Kalau anak ibu meminta terus-menerus permen yang banyak yang ibu
tahu akan merusak gigi dan ginjalnya, apakah ibu akan memberi?
Kalau anak ibu terus-menerus meminta bermain dengan gunting atau pisau
yang tajam yang ibu tahu akan membahayakan dan melukai dirinya, apakah
ibu akan memberi?
Kalau anak ibu minta adik 10 orang, apakah ibu akan memberi?
Kalau jawaban dari 3 pertanyaan di atas adalah TIDAK, kenapa sekarang
dengan membaca artikel ini, ibu tahu bahwa mengajarkan anak usia 5
membaca akan berdampak buruk pada otaknya, dan dia minta-minta terus
sekolah di usia yang sangat dini sehingga nanti dia masuk SD (dan sudah
bisa membaca) di usia 5-an, ibu beri?
Bagian otak yang mengatur
cara berpikir logis, membuat keputusan dengan bijak, dll (prefrontal
cortex) baru matang di usia 25 tahun. Itu berarti bahwa kita bahkan
harus 'membimbing' anak tentang jurusan yang akan dia ambil sewaktu
kuliah (karena masuk kuliah kan belum 25 tahun). Lah, sekarang masa' iya
dia yang 'menentukan' kapan masuk TK atau SD-nya sendiri?
Apalagi kalau alasan ibu adalah karena dia bongsor, takut ketuaan, bosen
di rumah, dll, aduh itu saya udah gak mau bahas deh, saking gak masuk
akalnya. Jangan-jangan ibunya juga belum 25 🙂
Jadi, kemampuan sosialisasinya gimana dong bu? Anak tidak perlu belajar
sosialisasi dengan teman-teman seusianya di usia yang sangat dini.
Kalaupun ibu sekolahkan, anak akan bermain dengan temannya, bukan
bersama temannya. Apa bedanya?
Kalau dengan, si A main dengan boneka di sebelah si B yang lagi main dengan mobil-mobilan.
Kalau bersama, bonekanya dinaikin ke mobil-mobilannya dan mereka
bersama-sama naik turun gunung yang dibuat dari kursi-kursi yang di
balik-balik. Ngerti kan bedanya?
Di bawah 5 tahun, belum umurnya
bermain bersama, apalagi belajar konsep yang lebih abstrak seperti
sharing, gantian, ngantri, percaya diri.. hedeeeh, jauh beneeerr. Orang
dewasa aja banyak yang belum bisa begitu kan?;)
'sosialisasi' dan
semua konsep di atas itu di ajarkan dan dilatih di rumah juga sudah
cukup. dengan dan oleh ibu, bapak, syukur-syukur ada mbak, nenek, kakek,
anak tetangga sebelah kanan, dan kiri. Kalau gak ada, ketemuan sama
sepupunya yang sebaya seminggu sekali juga cukup. Percayalah.
Kalau emang dasarnya anaknya pemalu, bakal jadi pemalu juga nantinya.
Pemalu mah karakter, gak bisa diubah. Toh ada juga kan orang dewasa yang
pemalu? Lagipula, malu itu bagus. Justru yang mengkhawatirkan kita
sekarang adalah generasi yang gak ada malunya kan? (nyowel kasus SMP
mesum beberapa waktu lalu). Jadi, sifat pemalu itu justru positif,
jangan dihilangkan.
Kalau sekolah terlalu dini, terus pas kelas 3
SD nya bosen, apa gak lebih ruwet? Lah gimana gak bosen..nih ya: TK 3
tahun (4 kalau maknya pake salah ngitung), kalau dia masuk SD-nya umur 5
tahun, berarti pas dia kelas 3 SD umur 7 tahun, dia udh 6 tahun
sekolah. Gila kan? Padahal sekolah masih 13 tahun lagi, itu kalau S1-nya
selesai 4 tahun, belum dihitung S2. Kalau kelas 3 aja udah bosen,
gimana mau S3??
Jadi bu, membaca itu sama hal nya dengan ibadah,
yang penting itu bukan bisanya, tapi sukanya. Siapa sih sekarang yang
gak bisa shalat? gak bisa baca? bisanya sih gampang, suka nya itu lho
yang susah. Jadi sebelum 7, fokus ke sukanya sajalah dulu, tanamkan suka
membaca dengan menyediakan buku di setiap sudut rumah, membaca bersama
setiap waktu, dan lain-lain. Jangan sibuk memasukkan anak les calistung
di tempat-tempat yang saya yakin ibu lebih hafal namanya. Yang sudah
melakukan 'kesalahan' ini di anak pertama, jangan melakukannya lagi di
anak kedua dan seterusnya. Cukup kakaknya saja yang jadi kelinci
percobaan ibu-bapaknya menjadi orangtua.
Jadi demikan bu, semoga
dengan anak ibu masuk usia SD nanti 6.5 tahun, dia sudah lebih siap,
matang dan happy. Jadi yang paling tua di kelas karena teman-temannya di
bawah 6 semua? gak papa. Orangtua anak-anak yang lain mungkin belum
punya ilmunya. Semoga anak ibu jadi trend-setter, syukur-syukur ibu bisa
meneruskan ilmu ini untuk orangtua lainnya, (terutama ayahnya
anak-anak, karena biasanya mereka tidak mengerti dan ngotot ;)) bahwa berbeda untuk kebaikan itu tidak apa-apa 🙂 .....
Salam YKBH